INIGRESIK.COM – Suasana pagi itu tampak mendung. Satu per satu guru dan karyawan memasuki kawasan sekolah dengan membisu. Tidak ada yang menyunggingkan bibirnya untuk menyapa satu sama lain. Senyuman yang ramah pada hari itu berganti dengan pelukan dan tetesan air mata.
Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Keluarga besar SMA Muhamamdiyah 10 GKB Gresik (Smamio) berduka. Salah satu guru terbaiknya, Santi Puspitasari SSi, telah meninggal dunia.
Pesan terakhir yang Santi ketikkan di WhatsApp group ternyata adalah pertanda ia akan meninggalkan kita semua.
Begini Isi Pesannya
Assalamualaikum
Teman dan rekan seperjuangan di tim PP
Hari ini aku dijadwalkan untuk melakukan proses persalinan di RS.
Sebelumnya saya mohon maaf sebesar-besarnya jika ada kesalahan dan kekhilafan yang telah saya lakukan dan juga mohon kiriman doa untuk kelancaran persalinan anak pertama kami.
See you soon guys
Tidak ada yang menyangka bahwa alumnus Jurusan Fisika Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu mengembuskan napas terakhirnya setelah melahirkan putri pertamanya, Selasa, 27 Juni 2022 tepat pukul 01.00 dini hari di Rumah Sakit Islam Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Wanita Shalihah
Saat berkunjung ke rumah duka, di depan jenazah Santi, Agung Yunizar — suaminya menceritakan betapa baik istrinya.
“Santi itu tipe pribadi yang menyenangkan buat saya. Dia nggak pernah menyakiti hati, setiap pulang kerja saya disambut, setelah itu disiapkan teh panas, lalu makan bersama. Dari awal kita juga sudah berkomitmen untuk saling tolong menolong dalam pekerjaan rumah,” ungkapnya sambil mengenang-ngenang memori bersama istrinya.
Agung mengaku, hal itu yang membuatnya sekarang punya perasaan takut pulang ke Gresik karena memori di Gresik itu hanya mereka berdua yang menjalani, tidak ada sanak saudara di Gresik.
Pasalnya, Agung merantau dari Surabaya ke Gresik, sedangkan almarhumah Santi merantau dari Sumenep ke Gresik. Mereka tinggal di Perumahan Apsari, Cerme, Gresik.
Kronologi sebelum Ajal
Agung berkisah, saat kejadian sebelum diputuskan bahwa ia harus melahirkan secara caesar, Santi punya mimpi ingin melahirkan secara normal. Namun karena sudah lewat dari hari perkiraan lahir (HPL)-nya hasilnya ia memutuskan untuk caesar karena jika tidak dilakukan, akan berbahaya sehingga dokter mengecek semuanya mulai dari Hemoglobin, saturasi dan syukurlah semuanya normal.
“Sebelum operasi pun ia masih menyempatkan untuk shalat tahajud bersama saya, hingga mengajak saya untuk khataman al-Quran. Sampai pukul 07.00 pagi kita masuk ruang operasi. Alhamdulillah proses persalinannya berjalan lancar,” ujar Agung sambil terisak.
Setelah itu, Santi sudah bisa menyusui bayinya. Namun, tak lama perutnya terasa sakit yang luar biasa. Setelah dicek oleh dokter, ada perembesan darah di perut bagian dalam. Darah itu tidak bisa berhenti sama sekali akhirnya ditransfusi darah sampai 10 kantong.
“Itu pun ditransfusi langsung keluar dari alat yang dilubangi di perutnya itu tadi jadi kelihatan darah tuh cuman ngalir lewat dan juga masih dalam keadaan nifas sehingga pendarahannya luar biasa,” papar Agung.
Kemudian salah satu dokter menyarankan ke Agung pendarahan mungkin bisa berhenti dengan cara disuntikkan satu obat yang bisa membekukan darah. Namun obat itu harus diambil dari RSUD Dr Soetomo Surabaya sedang perjalanan ke Sumenep pun memakan waktu.
“Estimasi obat itu sampai di Sumenep Jam 02.00 malam namun jam 01.00 Santi sudah pendarahan yang hebat sampai kejang. Akhirnya semuanya drop. Saturasi turun, hemoglobin turun, detak jantung turun, nadi turun semuanya. Akhirnya Santi mengembuskan nafas terakhirnya, meninggalkan saya, keluarga, dan putri kami tercinta,” terang Agung.
“Mohon doanya. Semoga Almarhumah husnul khotimah,” tutup Agung.
Sumber PWMU.co | Muhammad Nurfatoni