Nesa Alana Karaisa (7 tahun) atau biasa dipanggil Ara sempat hilang empat hari ternyata dibawa kabur ke Pasuruan oleh saudaranya sendiri. Motif sementara karena pelaku sakit hati dengan orangtuanya. HA (35 tahun) yang tak lain adalah budhe (bibi/kakak perempuan ibu Ara)-nya sendiri, merasa tersinggung karena anaknya pernah ditegur oleh Safrina Anindia Putri atau ibunya Ara.
“Itu kan dalam satu rumah ada 4 KK (Kepala Keluarga,red). Versi pelapor, anak budenya itu ditegur sama ibunya Ara. Kemudian anaknya mengadu ke ibunya, lalu ibunya atau budenya Ara dan suaminya membalasnya dengan itu (membawa Ara,red),” kata AKBP Hartoyo Wakil Kepala Polrestabes Surabaya kepada Radio Suara Surabaya, Sabtu (27/3/2021).
Hartoyo berpendapat, kalau memang niatnya memberi pelajaran orangtua Ara, seharusnya HA, pelaku, tetap memberikan kabar bahwa Ara berada bersamanya di Pasuruan. Namun, sampai polisi menjemput Ara di Desa Bugul Lor, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, HA tidak ada itikad baik memberi tahu atau mengembalikan Ara ke keluarga.
Selama di rumah pelaku Ara selalu meminta untuk bisa menghubungi orang tuanya di Surabaya. Demikian pengakuan Ara kepada polisi. Namun pelaku hanya menjanjikan itu dan sampai akhirnya polisi bertindak tidak memenuhi permintaan gadis tujuh tahun itu.
“Minta telepon tidak boleh, video call juga tidak boleh. Katanya ‘nanti dulu, nanti akan kita teleponkan ibunya’. Kalau niatnya memberi pelajaran kan bilang ‘he, ini anakmu tak bawa’, tapi kan enggak. Sampai diambil oleh petugas kepolisian tidak ada itikad baik untuk memberi tahu orang tuanya,” jelas Hartoyo.
HA mengajak Ara saat hendak bermain ke Taman Teratai, tidak jauh dari rumahnya di Jalan Karang Gayam, Tambaksari, Surabaya, Selasa (23/3/2021) sore lalu. Ara yang mengenal pelaku pun mau diajak tanpa ada perlawanan.
Polisi memastikan, tidak ada tanda kekerasan yang ditemukan di tubuh Ara. Secara psikologis, menurut Hartoyo, Ara tidak menunjukkan dampak terlalu signifikan karena memang mengenal pelaku.
“Tidak ada kekerasan fisik atau lecet sedikit pun. Tapi ya itu, kan, tidak boleh menghubungi keluarganya. Pasti seorang anak, kan, akan merasa lebih nyaman dengan keluarga yang biasa meskipun si pelaku juga masih keluarganya,” ujarnya.
AKBP Hartoyo memastikan, polisi akan tetap memproses kasus yang sedang ditangani secara hukum. Pelaku yang meskipun merupakan keluarga dari korban tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Setidaknya, pelaku terancam hukuman pidana pasal 83 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta dan paling sedikit Rp60 juta.
“Kalau dalam prosesnya nanti ada desersi antarkeluarga, itu urusan nanti. Kami tetap memproses kasus ini secara hukum, dan pelaku harus tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya,” katanya.
Sumber Suara Surabaya