Di Indonesia sendiri kebanyakan trotoar malah berubah menjadi multifungsi. Bukan lagi menjadi sarana yang di berikan oleh pemerintah yang seharusnya di manfaatkan khususnya bagi pejalan kaki dan bagi penyandang tunanetra, trotoar kini malah beralih fungsi menjadi tempat berjualan pedagang kaki lima, tempat parkir motor ataupun sebagai jalur alternatif. Tidak dapat di pungkiri lagi bahwa para pengendara motor pun nekat masuk ke area trotoar untuk membelah kemacetan dan mendahului kendaraan di depannya. Hal tersebut tentulah tidak nyaman bagi para pejalan kaki yang merasa haknya telah di rampas. Apalagi para penyandang difabel khususnya tunanetra yang merasa bahwa mereka tidak mendapatkan haknya secara adil.
Oleh karena itu di bangunlah garis kuning atau guiding block (garis pemandu) yakni jalur khusus bagi para tunanetra sebagai petunjuk arah di trotoar. Guiding block biasanya memiliki kontur yang terdiri atas empat garis lurus. Guiding block yang bergelombang memperingatkan penyandang tunanetra bahwa didepannya ada persimpangan. Guiding block dengan bulatan-butan kecil disebut juga warning block menandakan adanya area berbahaya, misalnya jalur masuknya mobil ke gedung seperti kantor/pusat perbelanjaan.
Tetapi belum sepenuhnya trotoar di indonesia di lengkapi dengan adanya garis kuning atau guiding block (garis pemandu), masih banyak para tunanetra yang kesulitan menentukan arah jalan ketika mereka melintasi trotoar tanpa adanya pemasangan garis kuning atau guiding block (garis pemandu). Karena di Indonesia belum sepenuhnya memiliki fasilitas yang bisa dibilang memadai untuk bisa di manfaatkan bagi para pejalan kaki terutama bagi kaum difabel khusunya bagi tunanetra. Faktanya bahwa sebagian garis kuning atau guiding block (garis pemandu) yang berada pada trotoar malah menyesatkan atau menimbulkan bahaya bagi penggunannya, kesanya pemasangan guiding block tersebut tidak memiliki keseriusa dan asal jadi.
Hal ini dapat di buktikan dengan masih dijumpai pemasangan guiding block (garis pemandu) yang sembarangan sehingga mengarah kearah yang kurang tepat seperti, ke arah yang berlubang atau mengarah ke tiang listrik dan sebagainya, hal tersebut akan menimbulkan bahaya bagi para tunanetra, seperti mereka bisa terperosok ataupun menabrak tiang listrik. Bisa dikatakan bahwa garis kuning atau guiding block (garis pemandu) banyak yang mengalami kerusakan atau keretakan mungkin karena seringkali di lintasi oleh para pengendara motor. Minimnya pelayanan dari segi arsitektural untuk memanfatkan pelayanan publik bagi para penyandang difabel membuat mereka seringkali merasa kehilangan haknya layaknya masyarakat yang lain dalam mendapatkan pelayanan yang seharusnya.
Karena pada dasarnya Mereka hanya menginginkan agar dapat bergerak dalam lingkungan yang memiliki kenyamanan, keselamatan dan kemudahan yang berstandar sama dengan masyarakat yang lain.
Pemerintah seharusnya dapat menjamin semua peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan khusus bagi penyandang difabel. Pada kenyataanya, kebanyakan masyarakat bersifat acuh tak acuh dan belum paham betul atau bisa dikatakan tidak mengetahui fungsi sebenarnya garis kuning atau guiding block pada trotoar. Itu merupakan salah satu faktor banyaknya pengendara motor yang melindas guiding block, sehingga menyebabkan kerusakan atau bahkan hilangnya guiding block. Kebanyakan dari masyarakat mengira bahwa itu hanya hiasan trotoar atau hanya untuk membedakan arah pejalan kaki.
Pemerintah seharusnya dapat menjamin semua peraturan perundangan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan khusus bagi penyandang difabel. Pada kenyataanya, kebanyakan masyarakat bersifat acuh tak acuh dan belum paham betul atau bisa dikatakan tidak mengetahui fungsi sebenarnya garis kuning atau guiding block pada trotoar. Itu merupakan salah satu faktor banyaknya pengendara motor yang melindas guiding block, sehingga menyebabkan kerusakan atau bahkan hilangnya guiding block. Kebanyakan dari masyarakat mengira bahwa itu hanya hiasan trotoar atau hanya untuk membedakan arah pejalan kaki.
Padahal garis kuning atau guiding block tersebut berfungsi sebagai pentunjuk arah bagi penyandang tunanetra. Seharusnya seiring dengan adanya pembangunan guiding block perlu adanya konsultasi dengan para tunanetra itu sendiri dan perlu adanya sosialisasi sengan masyarakat, sehingga masyarakat paham betul fungsi dari garis kuning atau guiding block (garis pemandu) yang ada di trotoar.
Jadi tidak menimbulkan kesan bahwasanya pemasangan guiding block tersebut tidak kena sasaran dan tidak dapat di manfaatkan oleh para difabel khususnya bagi penyandang tunanetra. Bagi anda masyarakat Indonesia yang kini telah mengetahui fungsi dari garis kuning yang ada di trotoar hendaknya berikan jalan tersebut kepada yang berhak untuk memanfaatkanya.
————————————————-
Kiriman dari Yanti Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (0812-3178-5656)
Gambar Ilustrasi dari Medium