Dulu… aku pernah merasakan bahagianya pernikahan. Aku mencintai suamiku, dia pun mencintaiku. Meskipun hidup pas-pasan, rumah tangga kami diliputi kedamaian.
Saat-saat paling membahagiakan bagi kami adalah ketika malam hari. Saat sunyi dini hari, anakku lelap dalam tidurnya, aku dan suami bangun. Kami shalat malam bersama. Suamiku menjadi imam dan aku larut dalam bacaan Qur’annya.
Entah mengapa. Mungkin karena kami melihat teman-teman yang telah punya mobil baru. Tetangga yang membangun rumah menjadi lebih indah. Mulai terbersit keinginan kami agar uang kami semakin bertambah. Suamiku tak mungkin bekerja lebih lama karena ia sudah sering lembur untuk menambah penghasilannya. Tiba-tiba aku tertarik dengan bisnis saham. Sebenarnya aku tahu sistem bisnis ini mengandung riba, tapi entahlah. Keinginan menjadi lebih kaya membutakan mataku.
“Ambil bisnis ini saja, Mas. Insya Allah kita bisa lebih cepat kaya,” demikian kurang lebih saranku pada suami.
Akhirnya, kami membeli saham dengan seluruh tabungan yang kami miliki. Suamiku mengajukan kredit untuk modal usaha kami. Sejumlah barang yang bisa kami jual juga kami jadikan modal, termasuk perhiasan pernikahan kami.
Beberapa pekan kemudian, bisnis kami menunjukkan perkembangan meskipun tidak besar. Kami mengamati saham hingga ibadah-ibadah sunnah yang dulunya membahagiakan kami mulai keteteran. Tilawah tidak sempat. Shalat sunnah hilang diterpa kantuk dan lelah.
Hingga suatu hari, tiba-tiba harga saham menurun drastis. Kami seperti terhempas dari ketinggian. Kami sempat berharap bisa bangkit, tetapi harga saham kami justru semakin terpuruk. Hutang kami semakin menumpuk. Cash flow keluarga kami berantakan.
“Kalau begitu, ceraikan saja aku,” kataku malam itu.
“Ya, aku ceraikan kamu,” jawab suami dengan nada tinggi. Mendengar teriakan talak itu aku terhentak. Aku menangis.
Kini aku harus membesarkan anakku seorang diri. Sering sambil menangis aku membaca ayat ““Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” Al Baqarah: 276
Cukuplah aku yang berkata sambil menangis, “Dulu kami dipersatukan oleh ketaatan kepada Allah, lalu kami dipisahkan oleh kedurhakaan pada-Nya”