Sebagai penulis yang kini sedang mempersiapkan buku keenamnya,, Puput Palipuring Tyas memiliki gaya sendiri dalam karya tulisnya. Yakni, dengan menyisipkan sejarah, budaya, seni hingga pengetahuan kuliner. Hal ini, dikatakan Puput mampu memberikan tambahan referensi.
“Jadi tidak hanya intisari buku saya yang dinikmati, namun ada tambahan itu yang memperluasan pengetahuan pembaca. Apalagi genre tulisan yang saya suka itu romance,” ungkap perempuan asal jalan Proklamasi.
“Jadi tidak hanya intisari buku saya yang dinikmati, namun ada tambahan itu yang memperluasan pengetahuan pembaca. Apalagi genre tulisan yang saya suka itu romance,” ungkap perempuan asal jalan Proklamasi.
Perempuan yang kini sedang proses menulis tentang Bawean, bersama Sekolah Menulis Inspirasi tersebut beranggapan, dengan sisipan sejarah dan budaya akan memberi warna tersendiri pada tulisannya. Menurutnya, melalui sisipan tersebut, pembaca tidak hanya dapat hiburan, tetapi juga bisa menambah pengetahuan. “Misiku bisa mengajak generasi muda belajar bareng dengan cara senyaman mungkin.” urainya.
Selain tulisan fiksi, ia juga menulis tentang non fiksi. Ia mengaku, menulis sudah sejak usia 8 tahun tapi tidak ada yang mengarahkan. Akhirnya, pada usia 17 tahun mulai menulis novel sendiri berjudul dengan dukungan dari guru dan beberapa tokoh.
Awalnya, ia tak mengerti selera pasar, tapi seiring berjalannya waktu dirinya banyak belajar dan bertemu orang-orang yang sepemikiran. “Dan saya tetap pertahankan sisipan sejarah dan budaya itu, dengan konsep yang sesuai denvan selera pasar,” lanjutnya.
Menyisipkan sejarah dan budaya sendiri juga berasal dari rajinnya dalam observasi. Ia kerap melakukan observasi secara langsung.
Mulai dari mengunjungi tempatnya secara langaung, sumber lisan bahkan dari berbagai referensi buku. Menurutnya, semakin banyak mengamati, merasakan, mengalami dan membaca kehidupan maka bisa menulis dengan baik. “Untuk meningkatkan kualitas dan kreasi tulisanpun saya kerap berlatih untuk kalimat turunan, memetakan pikiran, hingga paham selera pasar,” paparnya.
Perempuan yang memang bercita-cita menjadi penulis ini justru tidak bisa menulis dengan baik bila diiringi musik. Ia membutuhkan suasana yang benar-benar sunyi, sehingga bisa lebih konsentrasi. “Musik mungkin hanya stimulus saja,” tandasnya. (est/rof)
Sumber: www.jawapos.com/radarsurabaya/read/2018/01/02/37432/sisipkan-sejarah-danbudaya