INIGRESIK.COM – Curah hujan yang tinggi dan ledakan gas metana pada tumpukan sampah
mengakibatkan dua kampung yakni kampung Cilimus dan kampung Pojok hilang dari peta
karena tertimbun oleh longsoran sampah yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir
Leuwigajah serta 157 korban meninggal.
Tragedi ini terjadi pada 21 Februari 2005. Untuk mengenang peristiwa tersebut Kementerian Negara Lingkungan Hidup merencanakan bahwa setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN).
Tak hanya itu, HPSN juga memiliki tujuan yang positif dan apabila dilaksanakan maka
itu akan sangat berjasa bagi bumi kita. Sampah yang dikelola dengan baik, nantinya akan
memberikan nilai guna bahkan nilai jual untuk kita. Plastik adalah sampah yang paling sulit
terurai, butuh waktu ratusan tahun untuk terurai secara alami.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki masalah mengenai sampah
plastik. Total sampah di Indonesia tercatat 68, 5 juta ton pada tahun 2021 dan naik menjadi
70 juta ton pada tahun 2022. Sedangkan sampah plastik yang dihasilkan Indonesia setiap
tahunnya bisa mencapai 1.278.900 ton dengan rata-rata 182, 7 miliar jumlah kantong plastik
yang digunakan.
Masyarakat Indonesia Suka Memakai Plastik
Plastik dinilai sebagai bahan praktis dan terjangkau, penggunaannya pun tidak ribet
sama sekali dan juga bisa sekali pakai. Itulah alasan yang kerap diungkapkan oleh masyarakat
ketika ditanya mengenai plastik. Tak menghiraukan dampaknya pada kesehatan bumi,
mereka masih terus juga memproduksi jenis plastik yang terurainya membutuhkan kurun
waktu yang lama.
Contoh jenis plastik yang ramah lingkungan atau mudah terurai yakni bioplastik. Bahan
bakunya yang berasal dari bahan kimia alami membuat plastik jenis ini mudah terurai. Lama
waktu terurainya paling cepat adalah tiga tahun, itu pun masih tetap mengeluarkan karbon.
Namun, penggunaan plastik ramah lingkungan belum menjadi solusi untuk mengurangi
angka pencemaran lingkungan.
Nilai Ekonomis Sebagai Solusi
Polyethylene Terephthalate (PET) merupakan jenis plastik yang dinilai ramah
lingkungan. Mudah didaur ulang, itulah alasannya. Jenis plastik ini biasanya dapat kita temui
dalam pembuatan tempat kosmetik dan botol air sekali pakai.
Polyethylene Terephthalate (PET) ternyata memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Hal
tersebut menurut Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI). Tumpukan sampah plastik
jenis ini mencapai 30% pemakaian dunia. Penggunaannya sebagai bahan dasar botol kemasan
sekali pakai.
Plastik PET tidak beracun dan memiliki dimensi yang stabil. Sehingga dapat didaur
ulang menjadi barang yang bernilai ekonomis seperti tas, karpet, dan furniture.
Bahan Bakar sebagai Solusi
Alternatif lain untuk menanggulangi pencemaran lingkungan akibat sampah plastik
yaitu dengan mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak. Alternatif ini sangat
menjanjikan dan sangat berprospek kedepannya. Hal ini tentu bisa dilakukan karena pada
dasarnya plastik itu berasal dari minyak bumi.
Plastik memiliki nilai kalor yang cukup tinggi yang setara dengan bahan bakar fosil
seperti bensin. Sampah jenis Polyethylene Terephthalate (PET) dapat diolah dengan pirolisis.
Pirolisis merupakan proses penghancuran bahan kimia dengan menggunakan pemanasan
tanpa kehadiran oksigen. Minyak hasil pirolisis dapat membantu ketersediaan bahan bakar
nasional dan perekonomian masyarakat.
Sampah plastik apabila diolah dengan baik atau didaur ulang, maka akan menghasilkan
nilai guna bagi kita. Namun, tetap pada masalah awal bahwa masalah sampah plastik di
Indonesia sangat mengkhawatirkan.
Sebagai masyarakat Indonesia kita harus menjaga lingkungan dengan cara mengurangi pemakaian plastik. Segala jenis plastik harus dapat kita kurangi pemakaiannya. Baik yang mudah terurai maupun mudah didaur ulang.
Karena mencegah lebih baik daripada mengobati. Ayo kita jaga bumi kita dari bahaya pencemaran
lingkungan oleh sampah plastik.
Oleh: Sofiatul Maulana