Seperti daerah-daerah lainnya, satu persatu wilayah di Indonesia — termasuk Gresik — “dikuasai” oleh penjajah Kumpeni Belanda. Ini ditandai dengan banyaknya orang Belanda yang sejak awal 1600an tinggal di Gresik. Jejak itu bisa dilihat dari banyaknya bangunan perumahan yang ada di sekitar Pekelingan, dan sebagainya.
Yang tidak bisa ditemukan adalah lokasi pemakamam orang Belanda. Itu juga sama dengan makam Tionghoa.
Pada tahun 1974, ketika status Kabupaten Surabaya dihapus dan diganti dengan Kabupaten Gresik, dengan bupati pertama Soesanto Bangunnegoro, SH, yang mantan jaksa dan kemudian digantikan oleh Letkol Laut H. Soefelan dari Angkatan Laut. Sejak saat itu, pada era Orba, Bupati Gresik menjadi jatah perwira menengah angkatan laut.
Saya sempat berteman anak Soefelan bahkan bersama teman saya dari kemuteran Nafis dan Yanto bermain badminton di perumahan dinas Bupati yang kini berubah menjadi Gedung DPRD Gresik. Anak Soefelan saat itu sekolah di SMPN 1 Gresik.
Kawasan permukiman di Bunder itu semakin melebar, dan bahkan pusat pemerintahan dipindahkan ke Kawasan Bunder. Sebelumnya mulai pembangunan, sekitar tahun 1979an, kawasan itu sempat menjadi arena lomba motocross. Pesertanya dari berbagai penjuru Jawa Timur, termasuk Gresik sendiri. Salah seorang peserta, teman SMA saya, _Teguh Arief Wibisono_.
Saya sempat menyaksikan Sonny – panggilan Teguh – beraksi. Saya menyaksikan ditemani teman saya, _Zuroida_ – cewek Telogobendung Gresik yang seangkatan dengan saya di SD MUhammadiyah dan di SMA Negeri Gresik. Saya ingat betul terusan yang dikenakan Ida – panggilan Zuroida – kembang-kembang warnya soft serasi dengan rambut hitam Ida yang ikal sebahu. Sejak itu, kawasan kuburan China hilang jejaknya. Kawasan ini kini salah satu bagian dari CBD (centre business district) dan memiliki beberapa bangunan-bangunan penting, seperti Pabrik Semen Gresik, rumah sakit Gresik (Bunder), Masjid Agung Gresik, Gresik Kota Baru, dan sebagainya.
Kuburan lainnya adalah kuburan Belanda atau yang dikenal dengan _*Makam Londo*_. Lokasi persisnya di Desa Bedilan. Bila mau kesana orang bisa mengambil melalui lurusan Jl. Raden Santri Gang V. Dalam peta Gresik yang dibuat Belanda, lokasi itu memang disebut sebagai _*Kuburan Makam Londo*_ . Areal makam itu dikelilingi dengan tembok tinggi dengan dengan gerbang pas lurusan Bedilan gang V yang memang lebar sehingga mobil bisa masuk langsung ke areal makam.
Letaknya sangat strategis karena masih di tengah pusat kota yang menjadi pusat pemerintahan, yaitu _*Loji*_ atau semacam rumah pertemuan bagi kaum _Vrijmetselarij_ , persaudaraan internasional. Dalam bahasa Indonesia loji seringkali diterjemahkan sebagai _rumah setan_. Menurut H.J. de Graaf, pada periode pemerintahan Panembahan Agung ada sedikit petunjuk tentang sikap orang Gresik terhadap orang-orang Belanda (VOC), yang sejak tahun 1603 M telah mendirikan loji di Gresik. Menurut sumber Belanda, pada tahun 1615 M ada dua orang laki-laki dari Loji Belanda (di Gresik) dipukul hingga mati di pegunungan. Orang-orang pegunungan (Bouccult) adalah _kelompok berandalan jahat_. Namun kabarnya, para pemukul itu menganggap orang-orang Belanda sendirilah yang menyebabkannya, “sebab sifat pemabuk mereka dapat menimbulkan banyak persoalan”.
Tahun 1960an, _makam Londo_ menjadi tempat bermain anak-anak sepulang sekolah. Menurut cerita Cak Sjaf – senior saya — saat sore, di areal itu beterbangan binatang sebangsa belalang, ada _kutrik, gantrung, caduk_ (belalang yang ukurannya paling besar dan badannya berwarna biru] yang biasa berburu teman sebangsanya yang berukuran lebih kecil. Lokasi itu banyak ditumbuhi pohon jarak.
Tidak semua areal diJumlah makam yang tutupi makam. Makam hanya berderet beberapa lapis, pada sepanjang sisi Timur, dan banyak ditumbuhi pohon _Jarak Kaji_. Tetapi makam itu jumlahnya lumayan banyak, mungkin beberapa puluh saja, tidak sampai ratusan.
Yang dipojokan Utara Barat, sepertinya tidak ada kuburannya, dan membentuk lapangan, yang dipakai anak-anak untuk bermain bola. Dan dinding di sisi situ juga sudah roboh, sehingga menjadi jalan tembus saya dan teman-teman untuk menuju ke sekolah saya di MIT, melewati pancuran air dari Sumur Bor yang ada (sekaligus dijadikan anak-anak sebagai tempat cuci muka bila pulang di siang hari yang panas].
Pada batu nisan tercantum nama-nama yang dituliskan pada besi cor, yang menginformasikan nama, tempat tanggal lahir, kapan meningalnya, jabatannya apa, dan meninggal dimana. Sepertinya dikuburkan disitu bukan penduduk Belanda yang tinggal di GResik, melainkan tokoh-tokoh, yang sepertinya merupakan Taman Makam Pahlawan mereka. Dan sepertinya, juga bukan yang meninggal pada abad ke XX [sesudah 1900-an] tetapi dari masa yang jauh lebih lama dari itu.
Entah persisnya kapan, kemudian bangunan kuburan itu dibongkar, mungkin diambil prasastinya yang berupa besi [karena saat tahun awal 1960-an, banyak barang-barang besi seperti tutup riool [_man hole_ yang berupa besi cor] yang dicuri. Yang pasti, akhir tahun 1970an berdiri gedung SMANU. Disitu saya sering mengukuti les bahasa Inggris Iqbal yang dikelola Cak Amang (Buchary Rahman) yang kemana-mana selalu bersepeda hitam. Dialah yang banyak mendorong saya untuk terus belajar.
Selain les bahasa Inggris, di gedung itu – saat saya duduk di bangku kelas dua SMA sekitar tahun 1978) senior saya yang sudah kuliah – kebanyakan di ITS – memberikan bimbingan belajar sebagai persiapan tes masuk perguruan tinggi negeri. Saya ikut dan sering berangkat dengan teman saya, _Nurhayati_ yang biasa saya jemput sembari jalan menuju ke SMANU.
SMANU 1 didirikan oleh masyarakat dan warga NU yang dipelopori oleh Lembaga Pendidikan Ma’arif dan PMII di Gresik pada 3 Februari 1968. Peletakan batu pertama dilakukan oleh Dr. Idham Kholid dan Prof. KH Zaifuddin Zuhri (PBNU). Pada awalnya, kegiatan belajar mengajar dilakukan di gedung Muallimat Sukodono (1968), kemudian pindah ke gedung MINU Trate (1969) dan baru pada 1970 proses belajar mengajarnya dilakukan di gedung di Bedilan Gresik. Sumber : SitusBudayaID