INIGRESIK.COM – Silsilah Kanjeng Sepuh Sidayu (Pangeran Haryo Suryodiningrat)
Kanjeng sepuh berasal dari Solo dengan nama raden Adipati Soeryo Diningrat, beliau adalah putra selir Sayid Abdur Rahman Sinuwun Solo. Pada tahun 1817 mulai dibenum menjadi Bupati Sedayu
berikut silsilah Kanjeng Sepuh Sidayu (Pangeran Haryo Suryodiningrat) diambil dari buku “legenda tokoh pejuang dakwah Islam di Gresik yang diterbitkan oleh Disparinkom pada tahun 2001.
BACA JUGA
- Gresik Bergerak Menuju Jalan yang Lebih Aman: Satlantas Polres Gresik Deklarasi Zero ODOL
- Modus Baru! Yamaha NMAX Hitam Doff Raib di Depan Warkop Gresik, Warga Diminta Waspada
- Kecelakaan Tragis di Wringinanom: Satu Tewas, Dua Luka-Luka Usai Motor Tabrak Tong di Jalan
- Unigres Gandeng Disnaker Gresik: Siapkan Lulusan Siap Kerja Lewat MoA dan Workshop “Gresik Kerja”
- Gresik Gelar Uji Emisi Massal: “Kurangi Polusi, Sehatkan Respirasi” Demi Udara Bersih Masa Depan

Silsilah Kanjeng Sepuh
- Kyai Ageng Pemanahan
- Panembahan Senopati (Raden Sutowijoyo) Memerintah Mataram tahun 1575
- Mas Jolang (Sultan Hanyocrowati), memerintah Mataram 1615 – 1615
- Sultan Hanyokrokusumo, memerintah Mataram 1615 – 1644
- Mangkurat Agung (Mangkurat I), Raja Kartosuro 1644-1677
- Paku Buwono 1 (Pangeran Puger), Raja Kertosuro 1708-1719
- Mangkurat IV (Mangkurat Jawa), Raja kertosuro 1719-1727
- Pangeran Harjo Hadiwijoyo
- R.M. Tumenggung Haryo Kusumodiningrat
- K. Pangeran Haryo Notokusumo
- Mangku Negara III (Sayid Abd Rohman)
- K. Pangeran Haryo Suryodiningrat (Kanjeng Sepuh Sidayu)
Kanjeng Sepuh Sidayu atau Pangeran Haryo Suryodiningrat merupakan tokoh penting dalam perjalanan sejarah Gresik, khususnya wilayah Sidayu yang dikenal sebagai salah satu pusat peradaban Islam dan pemerintahan pada era pra-kemerdekaan. Berdasarkan catatan silsilah yang tercantum dalam buku “Legenda Tokoh Pejuang Dakwah Islam di Gresik” (Disparinkom, 2001), kedatangan beliau dari Solo ke wilayah Sidayu membawa dampak besar, baik secara politis maupun kultural.
Penempatan Kanjeng Sepuh sebagai Bupati Sedayu pada tahun 1817 bukan hanya sekadar penugasan administratif dari keraton Surakarta, namun juga merupakan bagian dari strategi budaya dan dakwah yang memperkuat pengaruh kerajaan Mataram Islam di kawasan pesisir utara Jawa Timur. Hal ini tercermin dalam harmonisasi antara nilai-nilai Jawa keraton dengan budaya lokal Gresik yang kental dengan nuansa keislaman sejak zaman Walisongo.
BACA JUGA : Turats di Era Digital: Pesantren Qomaruddin dan Manuskripedia Hidupkan Kembali Warisan Ulama Nusantara
Sebagai tokoh berdarah bangsawan (putra selir Sayid Abdur Rahman dari Sinuwun Solo), Kanjeng Sepuh memiliki kedekatan baik dengan kalangan priyayi maupun ulama lokal. Perpaduan darah ningrat dan garis keturunan Islam inilah yang menjadikan beliau sosok sentral dalam mengelola pemerintahan berbasis nilai-nilai spiritual. Sidayu, di bawah kepemimpinannya, berkembang menjadi wilayah strategis dalam jalur dakwah dan perdagangan yang menghubungkan Surabaya, Gresik, dan Lamongan.
Selain itu, jejak kebudayaan peninggalan beliau masih terasa hingga kini melalui berbagai situs sejarah, makam leluhur, dan tradisi lisan masyarakat Sidayu yang tetap lestari. Keturunan beliau masih dihormati dalam berbagai upacara adat dan haul, sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya dalam menyebarkan Islam serta menjaga marwah budaya lokal.
Perlu dicatat pula bahwa keberadaan tokoh seperti Kanjeng Sepuh menjadi penghubung penting antara sejarah lokal Gresik dan narasi besar sejarah Jawa. Ini memperkuat pemahaman bahwa sejarah Gresik tidak dapat dipisahkan dari dinamika kerajaan-kerajaan besar di Jawa, namun tetap mempertahankan identitasnya sebagai kota santri dan pusat penyebaran Islam sejak abad ke-14.
Saat ini beberapa peninggalan dari Kanjeng Sepuh bisa dinikmati melalui koleksi museum Kanjeng Sepuh yang ada di Sidayu Kabupaten Gresik Jawa Timur
