INIGRESIK.COM – Kota Gresik dulu hanyalah sebuah hamparan tanah luas yang tak banyak mendapat perhatian, banyak kapal-kapal dagang Cina yang singgah setelah melewati perjalanan yang cukup jauh hanya untuk mengisi perbekalan untuk melanjutkan perjalanan berikutnya.
Mungkin tidak pernah terpikir oleh siapapun pada masa itu, bahkan oleh pedagang Cina sekalipun.
Gresik yang letaknya terlindung di selat Madura dan dibelakangnya terbentang tanah subur dari delta Bengawan Solo yang bermuara ke selat Madura akan menjadi kota pelabuhan yang cukup ramai kelak.
BACA JUGA
- Pilkada Tuban Berjalan Lancar, Partisipasi Pemilih Dievaluasi
- Perubahan Menu MGB di SMAN 10 Surabaya, Wapres Gibran Lakukan Peninjauan
- Pria Bekasi Tewas di Kos Tuban, Tak Ada Tanda Kekerasan
- Maraknya Kriminalitas di Jembatan Suramadu, Warga Desak Pengamanan Ketat
- PLN Nusantara Power Ubah Limbah FABA Jadi Rumah Layak Huni di Tuban
Tidak terpikir juga Gresik kemudian hari akan menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.
Bahkan para pedagang Cina kala itu menyebutnya sebagai perkampungan kumuh atau Ce-cun
Nama aneh itu digunakan para pedagang Cina kala itu mengacaukan bentuk halus bahasa Jawa untuk Gresik, yaitu Tandhes yang salah satu artinya muara sungai dengan kata Melayu Tandas yang artinya memang kakus (Jamban) lalu menerjemahkannya menjadi Ce-cun.
Namun dikemudian hari mereka meralat sebutan tersebut menjadi Cin-cun yang berarti kota baru. Hal tersebut dikarenakan perkampungan tersebut berkembang menjadi perkampungan yang makmur, sampai-sampai seorang penguasa Cina (Cina Peranakan) di tempat baru tersebut merasa memiliki kewajiban untuk mengirim utusan yang membawa sura dan upeti ke keraton kaisar di Cina.
Tidak diketahui secara pasti kapan penggunaan kata Gresik oleh pedagang Cina tersebut. Menurut hikayat yang berkembang, nama Gresik berasal dari kata Giri – Gisik karena bahasa pribumi yang merujuk adanya bukit (Giri) dengan nama besar Syeikh Maulana Ainul Yaqin (Raden Paku) “Sunan Giri” dan pantai (Gisik) dengan nama besar Sayyid Ali Murtadho (Raden Santri) “Sunan Gisik” yang penyebutannya mengacu pada lokasi Gresik.
Pada perkembangan berikutnya kata Giri-Gisik dalam percakapan sehari-hari berubah menjadi “Gresik”.
Sebagaimana keterangan dalam buku The History of Java karangan Sir Thomas Stanford Raffles menggartikan Gresik sebagai penggabungan dari kata Giri-Gisik yang berarti daerah bukit (Giri) dan daerah pantai (Gisik). Selain itu terdapat juga penyebutan Gerwarasi (bahasa Arab) yang berarti tempatku istirahat.
Sumber gambar : Het Nationaal Archief (Arsip Nasional Belanda) ; Verenigde Oost-Indische