Sepulang dari haji tahun 1926, beliau mengubah nama asli Muhammad Marlikhan menjadi Muhammad Kholil. Sama dengan nama gurunya di Bangkalan, K.H. M. Kholil. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatannya kepada sang guru dengan harapan membawa berkah, K.H M. Kholil Gresik memiliki seorang istri bernama Shofiyah dan dikaruniai 8 orang anak.
Beliau meninggal pada hari Jum’at, 22 Dzulqa’dah 1379 H. atau bertepatan dengan 27 April 1962 M/ dalam usia 81 tahun, Jasad beliau dimakamkan di TPU Tlogopojok Ciresik.
Keinginannya untuk memperdalam ilmu agama begitu tinggi, sehingga beliau belajar ke beberapa pesantren untuk menuntut ilmu. Beberapa diantaranya belajar di Pondok Pesantren K.H. Zubair (Pekauman, Gresik), Pondok Pesantren Maskumambang (Dukun, Gresik), Pondok Pesantren K.H. Muhammad (Pasuruan), Pondok Pesantren Syekhona Kholil (Bangkalan).
Salah satu tanda keistimewaan Marlikhan sudah terlihat saat menuntut ilmu di pesantren. Harapan para guru beliau ini menjadi kenyataan, pada tahun 1912 M, beliau mendirikan pondok pesantren di Kampung Blandongan yang populer di masyarakat dengan nama Pondok Pesantren Yai Kholil Blandongan.
Kala itu beliau menginjak usia 31 tahun, diantara santri-santrinya adalah K.H. Danyalin (Tokoh NU), K.H. Ibrahim Tamim (Tokoh NU), K.H. Faqih Usman (Tokoh Muhammadiyah, Masyumi dan Menteri Agama), K.H. Hasan Basri (Tokoh NU), K.H. Syaikhul (Tokoh Muhammadiyah).
Pada tahun 1926, beliau disuruh K.H. Zubair untuk naik haji dengan bantuan dana dari K.H. Zubair sekaligus mendapat amanah K.H. Zubair untuk memimpin rombongan jama’ah haji yang kala itu menggunakan kapal laut selama tujuh bulan. Hal ini dilakukan sebagai wasiat K.H. Zubair untuk meneruskan
Selengkapnya bisa baca buku “Jagad Kiai Gresik, Nuansa Islam Nusantara,” karangan Ahmad Rofiq yang diterbitkan oleh Mataseger.
Foto Koleksi Pak Dhe Noed